MENGENAL INVESTIGASI

Posted by Unknown Minggu, 16 Desember 2012 0 komentar
Seringkali kita mendengar kata Investigasi, dan seringkali pula kita beranggapan bahwa Investigasi adalah kegiatan atau aktifitas yang hanya dilakukan oleh aparat keamanan (TNI/POLRI) untuk mengungkap suatu kasus.Anggapan ini akan sirna dengan sendirinya karena pada saat ini,Investigasi bukan lagi merupakan aktifitas yang asing bagi masyarakat awam (masyarakat sipil) dalam rangka mengungkap suatu kasus. Investigasi sudah menjadi kegiatan atau tanggung jawab yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk mencatat setiap kejadian yang terjadi. Untuk memperkuat pemahaman kita tentang Investigasi maka akan dipaparkan secara sederhana berbagai hal pokok yang berkaitan dengan Investigasi.

Dasar dan Pengertian Investigasi
Investigasi merupakan suatu bagian dari Advokasi, artinya bahwa Advokasi merupakan dasar dari sebuah Investigasi. Oleh karena itu sebelum mengenali tentang Investigasi maka kita perlu mengetahui terlebih dahulu tentang Advokasi.

Secara umum Advokasi dapat diartikan sebagai kegiatan atau aktivitas pendampingan yang dilakukan dengan maksud untuk merubah suatukeadaan.Advokasi dibagi dalam 2 (dua) bagian yaitu :

1. Litigasi (Hukum)
Bentuk-bentuk kegiatan dari Advokasi Litigasi adalah :
• Pendampingan hukum
• Membuat opini hukum
• Kajian hukum
• Kampanye hukum

2. Non Litigasi (Non Hukum)
Bentuk-bentuk kegiatan dari Advokasi Non Litigasi adalah :
• Investigasi
• Kajian dan monitoring
• Opini publik
• Informasi dan dokumentasi
• Jaringan kerja dengan semua pihak
• Pendidikan dan latihan

Dari gambaran singkat dan sederhana tentang Advokasi tersebut maka kita akan mencoba untuk menelusuri makna dan bagian-bagian dari Investigasi.Investigasi dapat diartikan sebagai ‘suatu proses mencari kebenaran dari suatu tindakan pelanggaran HAM’.Investigasi merupakan suatu pekerjaan jaringan yang dapat dilakukan oleh siapapun juga.

Prinsip-prinsip Investigasi
- Mencari kebenaran atau duduk persoalan dari kasus pelanggaran HAM
- Kerja jaringan
- Dapat dilakukan oleh setiap orang
- Bukan penelitian sosial
- Korban adalah pemilik informasi
- Membangun hubungan emosional dengan korban
- Tidak mengenal ruang dan waktu
- Memiliki tujuan tertentu untuk pengungkapan kebenaran

Aktifitas Investigasi
- Pengamatan
- Pencatatan
- Pencarian data

Yang perlu diperhatikan dari seorang Investigator
- Tidak memihak dan dapat dipercaya
- Verifikasi data dan cross check
- Fokus yang terarah dan kriteria yang jelas
- Pengumpulan bukti-bukti
- Bersifat induktif (dari fakta ke kesimpulan umum)
- Mementingkan faktor keamanan nara sumber
- Kepekaan budaya
- Harus sabar
- Tidak hanya pandai bicara tapi juga pandai mendengar

Sumber-sumber informasi
Primer
Data yang diperoleh langsung dari korban, keluarga korban atau pun
setiap orang yang berkaitan langsung dengan sutu kejadian

Sekunder
Data yang berkaitan dengan arsip-arsip maupun dokumen yang
berkaitan dengan masalah atau kejadian yang terjadi

Persiapan untuk melakukan Investigasi
- Pengumpulan data awal, baik primer maupun sekunder
- Identifikasi masalah
- Penyiapan alat bantu (alat tulis, tape recorder, alat komunikasi, dll)

Informasi yang terpenting dalam sebuah Investigasi adalah yang diperoleh
melalui wawancara atau data primer yang berhasil dihimpun. Dalam
melakukan wawancara, ada tiga tahapan yang menjadi titik perhatian dalam
rangka melakukan Investigasi yaitu pra wawancara, wawancara dan pasca
wawancara. Dari setiap tahapan tersebut ada beberapa hal penting yang perlu
diperhatikan.

Pra wawancara
o Kenali kasus secara mendalam
o Jangan membuat kesimpulan
o Persiapkan daftar pertanyaan
o Tentukan pihak-pihak yang harus diwawancarai

Wawancara
o Lakukan perkenalan diri
o Bangun hubungan dan kepercayaan (ada rasa aman dari orang yang
diwawancarai)
o Minta ijin untuk melakukan perekaman
o Menjadi pendengar yang baik
o Bersikap sopan

Pasca wawancara
o Melakukan cross check dengan data dokumen
o Mengetik hasil wawancara
o Memilih inti wawancara yang perlu ditindaklanjuti
o Membuat laporan hasil Investigasi

Contoh kerangka laporan Investigasi
A. Pendahuluan
• Gambaran umum mengenai peristiwa
• Tujuan Investigasi
• Metode
B. Fakta Peristiwa Pelanggaran HAM
• Latar belakang peristiwa
• Data-data pelanggaran
• Kronologis Peristiwa (pra – peristiwa – pasca)
C. Kesimpulan dan Rekomendasi
• Kesimpulan
• Rekomendasi (sesuai dengan tujuan Investigasi)
D. Penutup

Ruang lingkup Investigasi
- Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN)
- Masalah lingkungan hidup
- Pelanggaran HAM
- Orang hilang, dll

Pada dasarnya Investigasi tidak sama dengan penelitian sosial, karena dalam penelitian sosial bekerja untuk menguji teori, serta untuk melihat masalah-masalah sosial, ekonomi atau politik yang selanjutnya dipakai untuk menguji teori sosial tersebut.Sedangkan Investigasi dilakukan untuk mencari kejelasan dari suatu masalah atau peristiwa dengan cara mengungkap fakta, pelaku,modus operandi dan menyusun pola. Akhir dari sebuah Investigasi harus ditindaklanjuti sesuai dengan tujuan Investigasi yaitu untuk mengungkap fakta dan kebenaran. Oleh karena itu setelah dilakukan Investigasi makadiperlukan tindak lanjunya dalam bentuk advokasi.***
Read More..

UU INTELIJEN NEGARA VS KEBEBASAN PUBLIK

Posted by Unknown 0 komentar

Kajian Masalah dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara yang Berhadapan Dengan Kebebasan Publik dalam Mengakses Informasi

Pada tanggal 11 Oktober 2011, Rancangan Undang-Undang (RUU) Intelijen Negara disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (http://news.okezone.com/, 11 Oktober 2011). Peristiwa itu mendapat beragam tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya aksi demonstrasi tabur bunga yang dilakukan oleh puluhan mahasiswa dari berbagai kampus di Solo, Jawa Tengah (http://www.suarapembaruan.com/, 11 Oktober 2011). Anjing menggongong kafilah berlalu, RUU Intelijen Negara pun secara resmi menjadi Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara.
Perdebatan tentang pemberlakukan UU tersebut memancing kekhawatiran para pengamat dan aktivis sosial budaya serta kalangan pers, berkaitan dengan isu kebebasan, hak asasi manusia (HAM), kepentingan privasi individu dan kebebasan yang dimiliki oleh publik. Alasan dari pihak pemerintah, yang mengatakan bahwa keberadaan UU Intelijen Negara sebagai payung dan kendali arah dari gerak dan kerja Badan Intelijen Negara (BIN) dalam menjaga keamanan nasional dan melindungi kepentingan rakyat dan negaranya, mendapat tepisan dari berbagai pihak yang tidak setuju. Kalangan yang menentang berpendapat bahwa pemberlakuan UU tersebut secara tidak langsung telah disusupi unsur politisasi. Hal itu tercermin dari substansi UU yang dimaksud.
Salah satu alasan ditolaknya UU Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara ialah pembatasan kebebasan bagi pera pelaku media atau pers. Hal ini mengemuka di kalangan para pewarta lantaran beberapa pasal di dalam UU Intelijen Negara dianggap berpotensi memposisikan para jurnalis sebagai pihak yang melakukan kriminalisasi informasi publik.
Kalangan organisasi masyarakat (ormas), dan lembaga independen dan profesi yang aktif di ranah hukum, media dan informasi, seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), IMPARSIAL, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Perkumpulan Masyarakat Setara, dan Koalisi Advokasi UU Intelijen Negara melakukan semacam gugatan dan tuntutan terhadap Pemerintah agar UU Intelijen Negara diuji-materikan ulang oleh Mahkamah Konstitusi (http://www.beritasatu.com/, 5 Januari 2012).
Gugatan itu jelas, menyatakan bahwa UU Intelijen Negara membelenggu kebeasan pers dalam menghimpun informasi dan menyebarkannya ke masyarakat. Sebagai pihak yang berkewajiban mencari dan menyebarkan informasi, para jurnalis dapat terancam hukuman pidana jika menyebarkan informasi yang dianggap tidak boleh disebarkan dalam UU Intelijen Negara, yang kemudian disebut sebagai Rahasia Negara.
Masalah
Pada tulisan ini, penulis hanya fokus pada beberapa pasal di dalam UU Intelijen Negara yang berhubungan dengan pembatasan akses informasi—disebut sebagai Rahasia Intelijen sebagai bagian dari Rahasia Negara—yang kemudian bertentangan dengan kebebasan masyarakat dalam mengakses informasi serta hak dan kewajiban pers dalam menyebarkan informasi tersebut.
Penulis melihat bahwa sesungguhnya masalah utama, terkait dengan kebebasan arus informasi publik, terletak pada beberapa konsep yang masih terlalu luas. Pembatasan yang tidak jelas dalam beberapa kata pada pasal-pasal yang dimaksudkan (yakni Pasal 1, Pasal 25, dan Pasal 26 UU Nomor 17 Tahun 2011) menyebabkannya menjadi hal yang bias dan multitafsir sehingga rawan disalahgunakan.
Berikut ini adalah jabaran dari ketiga pasal yang dimaksud:
Pasal 1, UU Nomor 17 Tahun 2011, yang perlu mendapat perhatian ialah ayat (6), yang berbunyi: “Rahasia Intelijen adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi kerahasiaannya agar tidak dapat diakses, tidak dapat diketahui, dan tidak dapat dimiliki oleh pihak yang tidak berhak.”
Pasal 25, UU Nomor 17 Tahun 2011, yang perlu mendapat perhatian ialah, sebagai berikut:
  1. Ayat (1), yang berbunyi: “Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara.”
  2. Ayat (2), huruf a hingga huruf j, yang menyatakan bahwa kategori Rahasia Intelijen adalah segala informasi yang berhubungan dengan “pertahanan dan keamanan negara”, “ketahanan ekonomi nasional”, “kekayaan alam Indonesia yang dilidungi kerahasiaannya”, “kepentingan politik luar negeri dan hubungan luar negeri”, “memorandum atau surat yang sifatnya rahasia”, “sistem Intelijen Negara”, “segala akses, agen, dan sumber yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi intelijen”, “keselamatan Personel Intelijen Negara”, dan segala hal yang berhubungan dengan “rencana dan pelaksanaan yang berkaitan dengan penyelenggaraan fungsi Intelijen”.
Pasal 26, UU Nomor 17 Tahun 2011, yang perlu mendapat perhatian ialah kalimat yang berbunyi: “Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen. BAB VI BADAN INTELIJEN NEGARA Bagian Kesatu Kedudukan Pasal 27 Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huru a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.” Dengan demikian, perhatian kita melebar ke Pasal 27, yang berbunyi: “Badan Intelijen Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.”
  1. Dari jabaran ketiga pasal tersebut, dapat kita lihat bahwa yang menjadi perhatian utama ialah tiga konsep yang belum memiliki batasan jelas. Tiga konsep tersebut ialah:
  2. Rahasia Intelijen yang merupakan bagian dari Rahasia Negara.
  3. Pihak yang berhak untuk mengakses Rahasia Intelijen atau informasi yang dirahasiakan.
  4. Kepentingan dari keberadaan Badan Intelijen Negara itu sendiri, yang dalam Pasal 26 dan 27, disebutkan bahwa memiliki pertanggungjawaban kepada Presiden.
Analisa dan Pembahasan
A. Meninjau Ulang Definisi Rahasia Intelijen dan Rahasia Negara
Idealnya, setiap Peraturan Kebijakan atau segala macam ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Lembaga Pemerintah, harus memiliki kesinambungan atau tidak bertentangan satu sama lain. Terutama, setiap kebijakan, ketetapan dan peraturan (Undang-Undang), harus sesuai dengan aturan dasar Negara Indonesia, yakni Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam melihat dan menganalisa ketidakterimaan beberapa pihak terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara, ada baiknya jika kita meninjau terlebih dahlu apa yang bertentangan dengan ketentuan dasar Negara Indonesia tersebut, selain juga membandingkannya dengan beberapa ketentuan atau UU yang lain.
Jika kita lihat dalam Undang-Undang Dasar 1945, Amandemen Keempat, dalam Pasal 28F, disebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunan segala jenis saluran yang tersedia.”
Ketentuan dalam pasal 28F tersebut, jika kita bandingkan dengan UU Intelijen Negara, sangat kontrakdiktif dengan potongan Pasal 26 UU Intelijen Negara, yang berbunyi “Setiap Orang atau badan hukum dilarang membuka dan/atau membocorkan Rahasia Intelijen…”. Rahasia Intelijen sendiri, dalam Pasal 1 (6), adalah informasi, benda, personel, dan/atau upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen yang dilindungi kerahasiaannya agar tidak dapat diakses, tidak dapat diketahui, dan tidak dapat dimiliki oleh pihak yang tidak berhak, dan dalam Pasal 25, disebutkan bahwa Rahasia Intelijen merupakan bagian dari rahasia negara.
Konsep dari Rahasia Intelijen di dalam UU Intelijen Negara tersebut masih terlalu luas. Meskipun di dalam Pasal 25, dijabarkan kategori yang termasuk dalam rahasia intelijen, pendefinisiannya masih belum terlihat jelas. UU Nomor 17 Tahun 2011, tidak menjelaskan secara pasti apa yang disebut sebagai pertahanan dan kemanan negara, ketahanan ekonomi nasional, memorandum dan surat seperti apa yang harus dan layak dirahasiakan, serta apa itu sistem dan fungsi Intelijen Negara.
Kusnanto Anggoro, dalam sebuah makalah berjudul “Keamanan Nasional, Pertahanan Negaram, dan Ketertiban Umum” yang disampaikan dalam Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, tanggal 14 Juli 2003, menjelaskan bahwa definisi dari ‘keamanan nasional’ dan ‘pertahanan negara’ kian menjadi kompleks. Secara sederhana, dalam pengertian tradisional, keamanan diartikan sebagai “suasana bebas dari segala bentuk ancaman bahaya, kecemasan, dan ketakutan—sebagai kondisi tidak adanya ancaman fisi (militer yang berasal dari luar” (Anggoro, 2003).
Mengutip Walter Lipmann, Anggoro menjelaskan:
“Suatu bangsa berada dalam keadaan aman selama bangsa itu tidak dapat dipaksa untuk mengorbangkan nilai-nilai yang dianggapnya penting (vital)…, dan jika dapat menghindari perang atau jika terpaksa melakukannya, dapat keluar sebagai pemenang.” (Walter Lipmann, dalam Anggoro, 2003).
Sedangkan, oleh Arnold Wolfers (1960), keamanan nasional berhubungan dengan “masalah utama yang dihadapi setiap negara dalam membangun kekuatan untuk menangkal (to deter) atau mengalahkan (to defeat) suatu serangan” (Anggoro, 2003).
Namun, lebih jauh, Anggoro menjelaskan bahwa dalam pandangan kontemporer, ancaman militer hanya merupakan salah satu dimensi terkait masalah keamanan nasional. Dalam perkembangannya, muncul istilah human security, yang lebih mengutamakan “kesejahteraan warga negara yang dapat menghadapi ancaman dari berbagai sumber, bahkan termasuk dari aparatur represif negara, epidemi penyakit, kejahatan yang meluas, sampai dengan bencana alam maupun kecelakaan.” (Anggoro, 2003).
Dari penjelasan Anggoro tersebut, dapat kita lihat bahwa ‘keamanan nasional’ dan ‘pertahanan negara’, yang dengan demikian kita lihat sebagai kebertahanan eksistensi suatu negara, sejatinya adalah untuk kepentingan warga masyarakat. Dengan kata lain, dalam keterkaitan konteks dengan negara, kepentingan negara adalah kepentingan rakyat. Hal ini mengindikasikan bahwa Rahasia Intelijen yang masuk dalam Rahasia Negara, semata-mata dilindungi untuk kepentingan Negara (dan warga masyarakat di dalamnya). Bahaya akan terlihat ketika rahasia itu disebarluaskan sehingga memunculkan kerugian bagi masyarakat luas di dalam ruang lingkup negara yang bersangkutan.
B. Kepemilikan dari Rahasia Intelijen dan/atau Rahasia Negara
Yang menjadi pertanyaan utama ialah Rahasia Intelijen dan/atau Rahasia Negara itu milik siapa. Bagaimana jika sebuah informasi memang dibutuhkan oleh masyarakat luas di ruang lingkup negara yang bersangkutan, apakah sebuah informasi tersebut perlu disebarluaskan?
Hal ini menjadi rumit ketika, baik UU Nomor 17 Tahun 2011 maupun UUD 1945 dan UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik, tidak menjelaskan perbedaan yang pasti antara Rahasia Negara dengan Informasi Publik.
Kepentingan publik, yang kemudian disebut sebagai kepentingan umum, dalam UU Nomor 2 Tahun 2012, Pasal 1 ayat (6), ialah “kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh Pemerintah dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.” Dengan demikian, ketika masyarakat membutuhkan satu hal, Negara, melalui Pemerintah, berkewajiban untuk mewujudkannya. Hal ini, sejalan dengan Pasal 28F dalam UUD 1945, menegaskan bahwa kebutuhan masyarakat akan sebuah informasi menjadi sebuah hak mutlak yang bersifat asasi.
Selain dalam UUD 1945 Pasal 28F, ketentuan yang menyebutkan bahwa akses informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), ialah Pasal 14 UU Nomor 39, Tahun 1999, UU Nomor 12 tahun 2005 Tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak Sipil Politik, Pasal 19 Ayat (1) dan (2), dan beberapa UU lain yang menudukung kebebasan informasi publik, yakni UU Nomor 24 Tahun 1992 dan UU Nomor 8 Tahun 1999 (Prasetyo, 2010).
Masalahnya kemudian terletak pada poin kedua, sebagaimana dirumuskan pada rumusan masalah dalam tulisan ini, yaitu siapa pihak yang berhak dan tidak berhak mengakses Rahasia Negara (atau hal yang sifatnya dirahasiakan negara). Merujuk pada ketentuan UU tentang hak informasi sebagai bagian dari HAM, jelas bahwa warga masyarakat, atau rakyat, merupakan pihak yang berhak untuk mengakses sebuah informasi yang dibutuhkannya. Hal ini tidak dijelaskan secara rinci di dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara tersebut. Hal ini lah yang kemudian menjadi dasar bahwa UU Nomor 17 Tahun 2011 memiliki potensi pelanggaran atas HAM.
C. UU Intelijen Negara Meningkatkan Kekuasaan Eksekutif
Perihal ini merupakan masalah utama di antara tiga masalah yang telah dirumuskan. Keberadaan pasal karet dalam UU tersebut menjadikannya sebagai kekuatan yang dapat disalahgunakan.
Pasal 26 dan 27 UU Nomor 17 Tahun 2011 menyebutkan bahwa pertanggungjawaban Badan Intelijen Negara ialah kepada Presiden. Hal ini tentunya, jelas sekali bertentangan dengan prinsip dasar dari pentingnya perlindungan sebuah rahasia negara. Jikalau memang Rahasia Negara ada untuk kepentingan ‘keamanan nasional’ dan ‘pertahanan negara’, yang dengan demikian merupakan kepentingan dan keamanan warga masyarakat (human security), seharusnya pertanggungjawaban dari fungsi dan pelaksanaan Intelijen Negara harus bertanggungjawab langsung kepada Negara. Dalam hal ini, Negara bukan berarti Pemerintah atau Presiden. Penulis melihat bahwa Negara sebagai satu keutuhan antara eksekutif, legislatif, yudikatif, lembaga independen, dan masyarakat.
Pertanggungjawaban langsung Badan Intelijen Negara kepada Presiden, sebagaimana yang tersebutkan dalam Pasal 26 dan 27 di dalam UU Intelijen Negara mengindikasikan bahwa Pemerintah memiliki wewenang untuk melancarkan segala cara untuk kepentingan kekuasaannya. Hal ini dapat saja melenceng, bahwa kepentingan yang dimaksud (Rahasia Intelijen dan/atau Rahasia Negara) ialah kepentingan Pemerintah, bukan kepentingan Negara.
Pada dasarnya, keberadaan konsep Rahasia Negara itu sendiri memang mengarah kepada peningkatan kekuasaan eksekutif. Tidak menutup kemungkinan, dengan alasan Rahasia Negara dalam mewujudkan kepentingan dan kemanan nasional, Pemerintah menjadi kebal akan hukum. Hal ini dijelaskan oleh Greenwald (2006), yang menyebutkan bahwa eksistensi dari Rahasia Negara merupakan salah satu bentuk penghapusan tindakan atau aksi peradilan pada kekuasaan eksekutif. Hal ini mengakibatkan bahwa putusan pengadilan mendapati halangan untuk memutuskan apakah ada dasar hukum yang membahas tentang permasalahan kekuasaan eksekutif yang meluas atau keluar dari jalur yang sudah semestinya (Greenwald, 2006). Pada praktiknya, hak istimewa ini justru disalahgunakan untuk menyembunyikan tindakan-tindakan ilegal dari Negara (Pemerintah atau Lembaga Eksekutif) di mata hukum.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Rahasia Intelijen, dan Rahasia Negara, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Bab Analisa, tidak terdefinsikan dalam batasan yang jelas dalam UU Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara. Sejatinya, Rahasia Negara dijelaskan dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara.
Titik lemah dari pendefinisian Rahasia Negara dalam UU Intelijen Negara ialah cakupannya yang juga maslih terlalu luas. Jika kita merujuk kembali dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara, ‘rahasia negara’ tidak hanya yang bersifat strategis terkait keamanan nasional, tetapi juga mencakup rahasia demokrasi yang dapat mengganggu jalannya pemerintahan.
Hal ini bertentangan dengan prinsip dasar dari satu tatanan negara demokrasi yang lebih mengedepankan kepentingan rakyat. Di dalam negara demokrasi, negara bukan berperan sebagai penguasa, melainkan dibatasi secara konstitusional (Aim Abdulkarim, 2007). Selain itu, penggalan kalimat “apabila diketahui pihak yang tidak berhak” pun menjadi rancu. Pembatasan yang tidak jelas mengenai siapa yang berhak dan tidak berhak dalam pasal ini menyebabkan definisi dari rahasia negara menjadi rawan untuk dimainkan demi kepentingan pemerintah atau kelompok yang berkuasa.
Oleh sebab itu, jabaran masalah dalam tulisan ini merupakan satu usaha untuk mengajukan sebuah rekmendasi terkait dengan UU Intelijen Negara. Dibutuhkan sebuah langkah yang jelas dalam meredefinisi ulang tentang Rahasia Negara besertaan dengan batasan-batasan yang jelas dan terperinsi. Ketika hal ini terjelaskan dengan baik, dan dapat dilihat perbedaannya dengan kebutuhan publik dan informasi untuk publik, kerawanan penyimpangan akan semakin mengecil.
Selain itu, khusus untuk Pasal 26 dan 27, pertanggungjawaban dari Badan Intelijen Negara dan fungsi serta pelaksanaannya harus ditegaskan memiliki tanggung jawab langsung kepada Negara, bukan kepada Pemerintah. Langkah ini menjadi penting untuk menghindari kekuasaan absolut yang dapat dimiliki oleh Lembaga Eksekutif.
Daftar Pustaka
Aim Abdulkarim, 2007. “Pendidikan Kewarganegaraan: Membangun Warga Negara yang Demokratis”, Bandung: PT Grafindo Media Pratama.
Anggoro, Kusnanto. 2003. “Keamanan Nasional, Pertahanan Negara, dan Ketertiban Umum”. Makalah disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM RI. Denpasar, 14 Juli 2003.
Greenwald, Glenn . “Building the Secrecy Wall higher and higher”. Unclaimed Territory, 29 April, 2006
________________ “Snapshots of the U.S. under the Bush administration”. Unclaimed Territory, 23 Maret, 2006
Huq, Aziz. “Dangerous Discretion: State Secrets and the El-Masri Rendition Case”. Liberty and National Security Project at the Brennan Center for Justice. NYU School of Law. JURIST, 2007
Mayjen Purn Saurip Kadi, “Seputar Undang-undang Rahasia Negara, Apanya?”. KOMPAS.com, 13 Februari 2009. Diakses dari  http://nasional.kompas.com/read/2009/08/05/10404971/Awas.UU.Rahasia.Negara.Disahkan.Presiden.Berpotensi.Otoriter, 14 Mei 2012, 11:00 pm.
Munir, Misbahol. “RUU Intelijen Disahkan DPR”. okezone.com, 11 Oktober 2011. Diakses dari http://news.okezone.com/read/2011/10/11/339/513665/ruu-intelijen-disahkan-dpr, tanggal 8 Mei 2012.
Oktaviani, Dwi Nur. “Masih kontroversi, RUU intelijen tetap disahkan”. KONTAN, 10 Oktober, 2011. Diakses dari http://nasional.kontan.co.id/news/masih-kontroversi-ruu-intelijen-tetap-disahkan-1, 14 Mei 2012, 11:00 pm.
Prasetyo, S. A. 2010. “Informasi Publik dan Hak Asasi Manusia”. Makalah dibuat untuk Seminar Keterbukaan Informasi Publik yang diselenggarakan Perpustakaan Universitas Kristen Petra. Surabaya, 26 Juli 2010.
Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Rahasia Negara. Diakses dari http://www.fisip.ui.ac.id/pacivisui/repository/book/RUU_Rahasia_Negara.pdf, 14 Mei 2012, 10:37 pm.
Sihite, Ezra., KRR., DAS. “Dinilai Ancam Kebebasan Pers. UU Intelijen Digugat”. BERITASATU, 5 Januari 2012. Diakses dari http://www.beritasatu.com/politik/24568-dinilai-ancam-kebebasan-pers-uu-intelijen-digugat.html, tanggal 8 Mei 2012.
Suara Pembaruan, 11 Oktober 2011. “RUU Intelijen Disahkan, Mahasiswa Solo Tabur Bunga”. Diakses dari http://www.suarapembaruan.com/home/ruu-intelijen-disahkan-mahasiswa-solo-tabur-bunga/12258, tanggal 8 Mei 2012.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011 Tentang Intelijen Negara
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik..
“What Are State Secrets?”. Center for Constitutional Rights. Diakses dari http://ccrjustice.org/learn-more/faqs/faqs:-what-are-state-secrets.
Zajac, Andrew. “Bush Wielding Secrecy Privilege to End SuitsThe Chicago Tribune, 3 Maret, 2005
Read More..

BATU GIOK BERDASARKAN SIFAT,UNSUR DAN KEGUNAAN NYA

Posted by Unknown Selasa, 28 Agustus 2012 0 komentar


Tidak Akan Pernah Ada di Dunia ini Batu Giok yang Anti Panas, dapat menyimpan cahaya, dll.
Simak baik-baik tulisan saya, gunakan akal sehat, logika ilmu pengetahuan serta hasil riset ilmiah para ahli geologi.
Jangan Buang waktu, tenaga dan biaya hanya untuk mencari sesuatu yang tidak ada dasar penelitian ilmiahnya. 
Sudah Berapa Banyak Uang yg Anda Habiskan untuk Berburu Giok Anti PANAS & Giok yg Bisa Menyimpan Cahaya ? Sudah Berapa Lama Anda di PERBUDAK Buyer-buyer Palsu ??
Apa itu Batu Giok / Jade ?
  
Misteri di Balik Batu Giok

SIFAT BATU GIOK
Batu giok adalah sejenis batu mulia yang dalam peradaban manusia telah dikenal sejak lebih 10.000 tahun lalu. Sifat – sifatnya yang sangat istimewa seperti kekerasannya, berat jenisnya, sentuhannya, kilapnya dan konon keampuhannya dalam melindungi pemakainya dari segala jenis mara –bahaya menyebabkan batu giok memiliki daya tarik tertinggi dalam sejarah kebudayaan Cina. Sampai saat ini batu giok masih dipercaya sebagai simbol kesucian, keningratan dan perlindungan. Sungguhpun penghargaan terhadap batu giok tidak pernah memudar sampai saat ini, penilaian terhadap jenis dan keasliannya telah banyak berubah. Beragam variasi batuan yang sebelumnya dianggap sebagai giok, ternyata tidak sedikit yang tiruan atau substitute.
Batu giok yang dinyatakan asli di Dunia ini hanya dua jenis batuan yaitu nefrit (nephrite) dan jadeit (jadeite). Berbeda dengan nefrite yang dikenal luas dalam kebudayaan Cina sejak zaman Neolitikum (6000 tahun sebelum Masehi), jadeit baru muncul pada pertengahan abad ke 18 yaitu pada masa Dinasti CHING (1644-1912). Jadeit yang asal-usulnya diimpor dari wilayah Burma, memiliki sifat-sifat yang berbeda dari nefrit, baik secara mineralogi ataupun gemologi. Mineral penyusunnya piroksen sedangkan nefrit amfibol, berat jenisnya lebih besar, transparansinya lebih tinggi dan warnanya lebih hidup dan lebih beragam. Di perdagangan, jadeit dihargai jauh lebih tinggi dari nefrit. Di antara sifat-sifat yang disyaratkan oleh para pemburu batu giok di Indonesia seperti tahan gores, tahan panas dan terasa dingin, hanya sifat tahan goreslah yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Hal ini dapat dimaklumi karena kekerasan batu giok cukup tinggi yaitu (dalam skala Mohs) sekitar 6,5 untuk nefrit dan 7,0 untuk jadeit. Sifat tahan gores ini merupakan metode pertama dalam membedakan giok asli dengan giok palsu, Tapi bagaimana cara & alat apa yang kita pakai untuk menggoresnya ?
Apakah Tahan Panas ? 
Mengenai sifat tahan panas, hal ini sangat bertentangan dengan hukum alam. Batu giok yang memiliki thermal diffusivity atau sifat menyebarkan panas 0,0160 cm2/detik, jadi kalau dipanasi di satu titik, temperaturnya akan naik lebih cepat dibandingkan dengan beberapa jenis batuan lain seperti obsidian atau batu kendan dari Garut (0,00688 cm2/detik), atau batuan phrehnit berwarna hijau dari Kalimantan Selatan (0,0145 cm2/detik). Mengenai sifatnya yang dingin, batu giok memang lebih dingin dari kebanyakan batuan lain seperti obsidian, serpentin, atau prehnit karena batu giok memiliki thermal inertia atau kelembaman panas lebih tinggi. Tetapi apabila dibandingkan dengan mineral kelompok kwarsa, ternyata kelembaman panasnya seimbang sehingga rasa dinginnya pun dapat dipastikan sama.
Dengan demikian sungguh sulit dimengerti dan diterima dengan akal sehat kalau di antara para pemburu atau penguji batu giok (disebut tester) khususnya di indonesia mensyaratkan bahwa batu giok yang dicari harus Anti panas atau tidak berubah suhunya jika dipanasi selama 15 menit, terasa dingin dan seperti ruangan ber AC.
Para Peneliti Batu Giok / Jade seluruh Dunia pasti akan tertawa mendengar pengakuan bahwa  pedagang / makelar / buyer indonesia mencari batu giok yang jika di panasi dengan api selama 15 menit, maka batu giok tersebut tidak akan terasa panas sedikitpun. Konon Giok anti panas ini, Buyer indonesia memasang harga beli mulai dari Rp.3 Milyar / Kg hingga sampai Rp.5 Milyar / Kg.

MENGAPA DIBURU
Dengan persyaratan khusus tersebut umumnya dilakukan oleh para pemburu yang biasanya bertindak sebagai perantara dari bos mereka yang alamatnya dirahasiakan. Konon bos mereka dipercaya oleh kedutaan besar Amerika Serikat dan atau CIA untuk mencari batu giok untuk keperluan pesawat angkasa dari Lembaga Antariksa Amerika Serikat atau NASA. Para pemburu ini biasanya membawa beberapa orang teman yang salah satunya sebagai tester atau penguji. Pihak penjual atau perantara biasanya memberikan penjelasan bahwa batu giok yang akan mereka jual berasal dari warisan nenek moyang atau didapat dari penggalian harta karun atau bahkan didapat secara ghoib. Alasan penjualan untuk mendirikan atau merenovasi pesantren. Harga yang mereka tiupkan sangat fantastis berkisar dari Rp. 300 juta sampai dengan Rp. 1 Milyar per kilo gram.
Dari kenyataan tersebut, kita dapat berhipotesis deskriptif bahwa perburuan batu giok ini kemungkinan besar dikendalikan oleh bos-bos profesional yang mengerti betul tentang seluk – beluk batu giok. Mereka yakin bahwa di Indonesia masih tersimpan beragam jenis giok yang berasal dari negeri Cina. Hal ini bukan sesuatu yang mustahil mengingat eratnya jalinan dagang antara raja-raja di negeri Cina dengan raja-raja di Indonesia yang berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Dengan memancing para pemilik dan kolektor dengan harga yang semu tinggi, diharapkan bahwa pada suatu saat mereka akan dapat memperoleh giok – giok antik atau giok berwarna hijau sprite jenis imperial yang kalau diproses menjadi perhiasan harganya akan jauh berlipat. Hal ini rupanya cukup dimengerti oleh para seniman, baik di Indonesia, di Cina ataupun di Taiwan, sehingga mereka menciptakan giok tiruan dan giok imitasi yang sifat-sifatnya secara sekilas hampir menyerupai giok asli.
Dengan sedikit pengalaman dan kehati-hatian, misalnya dengan testing kekerasan dan testing berat jenis, pasti akan dapat segera diketahui, apakah giok yang ditawarkan benar-benar giok asli, giok tiruan atau giok imitasi .
Nah setelah misteri dibalik perburuan batu giok ini terungkap, semoga kita tidak akan terpengaruh lagi untuk ikut-ikutan berburu atau menjadi perantara dalam jual - beli batu giok misterius yang selama ini tidak saja memberikan harapan hampa kepada pelakunya melainkan juga kerugian materiel. Sudah banyak orang yang hancur rumah tangganya dan bangkrut terkuras uangnya gara gara berburu batu giok yang aneh-aneh dan tidak pernah ada ini.
 
( Dikutip dari Tulisan Bapak Sujatmiko pada Koran Pikiran Rakyat yang diterbitkan pada tanggal 4 Oktober 1998. Beliau adalah anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia(IAGI) dan Sekjen Masyarakat Batumulia Indonesia (MBI) pada masa itu ).

Bagi yang berburu kami sudah melakukan riset dan bisa dibuktikan kebenaran keaslian batu giok yang sedang kami pasarkan berbentukan lingkaran (dipahat bukan dicetak) berat 18Kg.tidak ada unsur penipuan.kontak kami di mediputra.wn.sh@gmail.com atau di Phone : +6285287668127 Up.MEDIPUTRA

UNSUR PENYUSUN BATU GIOK (JADE)
 Nephrite Jade
Amphibole.
Amphiboles are double chain silicates.
Unlike pyroxenes, 
amphiboles are Hydrous minerals (contain hydrogen).
Cleavages are at 60 Degrees.                                                                                
Composition : 
Ca2(Mg,Fe)5Si6O22(OH).  
Green color is due to Iron (Fe).
Resembles jadeite in color and structure.
Hardness - 6.0 to 6.5

Jadeite Jade
Part of the pyroxene family.                                                                                     
Pyroxenes are silicate minerals.                                                                                         
The simplest formula is MgSiO3.                                                                                     
Forms single chain silicates.                                                                                    
Cleavages are at 90 Degrees.                                                                                               
 Composition: 
NaAISi2O6.                                                                                                
Deep green color is due to presence of Chromium (Cr) Iron produces paler green color. 
Hardness - 6.5 to 7.0
   
The term jade refers to two different minerals
jadeite and nephrite.
Nephrite
Chemical composition -- A fibrous variety of the amphibole mineral series actinolite to tremolite,usually closer to actinolite.
Color -- Green, black, brown, beige (mutton-fat jade). Usually darker and less intense colors thanthose of jadeite.
Optics -- R.I 1.62.
Durability -- Hardness 6-6.5. Extremely tough, except when its composition approaches that of tremolite.
Crystal structure -- Monoclinic , usually massive.
Specific gravity -- 2.9-3.0.
Sources -- Many sources, including Chinese Turkestan, Taiwan, New Zealand, Wyoming, Lake
Baikal, British Columbia, and California. Prized for centuries in Chinese carvings.
Jadeite
Chemical composition -- Sodium aluminum silicate.
Color -- A wide range of colors including white, green, yellow, red, orange, violet, and black.
Optics -- R.I. 1.64-1.67. Usually the refractometer shows only one line near 1.66.
Durability -- Hardness 6.5-7. Very tough.
Crystal structure -- Monoclinic, usually massive.
Specific gravity -- 3.25-3.36.
Sources -- Major sources include Burma, New Zealand, Guatemala, and Siberia. Prized for carvings,frequently from China. The finest green Imperial jade is very rare and expensive.

Mudah mudahan dengan adanya tulisan diatas, dapat meluruskan cerita selama ini yang sudah beredar di indonesia tentang BATU GIOK.

SESUAI DENGAN BUKTI RISET ILMU PENGETAHUAN 
Tidak ada Batu Giok yang anti panas.                                               
Tidak ada Batu Giok yang dapat merambatkan/ bias cahaya.                
Tidak ada Batu Giok yang sedingin Es.                                             
Tidak ada Batu Giok yang mengeluarkan embun.
Jika anda berpatokan pada riset ilmiah, maka anda sudah tahu jawabannya dan semua kembali kepada anda. 

( Dikutip dari Tulisan Bapak Sujatmiko pada Koran Pikiran Rakyat yang diterbitkan pada tanggal 4 Oktober 1998. Beliau adalah anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia(IAGI) dan Sekjen Masyarakat Batumulia Indonesia (MBI) pada masa itu ).


Bagi yang berburu kami sudah melakukan riset dan bisa dibuktikan kebenaran keaslian batu giok yang sedang kami pasarkan berbentukan lingkaran (dipahat bukan dicetak) berat 18Kg.tidak ada unsur penipuan.kontak kami di mediputra.wn.sh@gmail.com atau di Phone : +6285287668127 Up.MEDIPUTRA

Read More..

Total Tayangan Halaman